Wednesday, March 16, 2016

( Resensi Buku ) Belajar Membumi bersama Mbah Rono



Buku wajib bagi para mahasiswa yang studi tentang kebumian (Geologi, Geofisika, Geografi, dsb) hingga dosen sekalipun. Karena didalamnya kita bisa belajar banyak tentang betapa beruntungnya Indonesia memiliki ahli Gunung api sekaliber Mbah Rono ini. Buku berjudul “Belajar Membumi Bersama Mbah Rono” ini seolah merangkum secara sederhana bagaimana Mbah Rono memandang alam secara lebih mendalam dengan penuh pengertian. Bagaimana Mbah Rono menganggap bahwa manusia ini hanyalah “Tamu” di Bumi ini. Untuk itu, belajar tentang bumi tidak lain adalah belajar tentang “sang empunya rumah yang telah diciptakan oleh Sang Maha Pencipta”, begitu tutur kata Mbah Rono yang lulusan S3 Geofisika Prancis. Di dalam buku ini juga dijelaskan secara ilmiah dalam kacamata beliau tentang kebencanaan seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor. Mbah Rono kesal jika ada letusan gunung api, longsor, banjir, atau tsunami, masyarakat sudah buru-buru menyalahkan alam, mengumpat, dan memaki. Padahal menururt dia, justeru manusia harus berpikir dan introspeksi diri, mengapa terjadi longsor? Mengapa alam seperti marah? Apa kita sebagai manusia terlalu egosi untuk hidup harmonis bersama alam? Apa selama ini kita kurang menghormati alam ini? atau kita terlalu jahat karena mengeksploitasi alam secara besar-besaran? 


Satu hal yang juga sangat saya sukai adalah bagian dimana ketika beliau dulu berjuang selama kuliah dengan bekerja sambilan sebagai tukang foto keliling, juga tentang betapa membuminya Mbah Rono dengan sikap rendah hatinya. Ia bukan gila harta, bahkan rumahnya sengaja disamping kuburan agar ia bisa membelinya dengan harga murah, mobilnya pun tak sebagus mobil anak buahnya, pun pakaian yang beliau gunakan adalah pakaian sederhana. Meski begitu pada tanggal 7 Juli 2015 Mbah Rono mendapatkan penghargaan tertinggi dari Presiden Prancis, yang kira-kira kalau dalam bahasa Inggris penghargaan itu bernama ‘a knight of the legion of honor’. 

So, yuk beli bukunya. Dijamin gak bakal rugi dengan segudang ilmu dan pengalaman hidup beliau. Saya saja membacanya hingga berkali-kali. Hehe

“Mbah Rono adalah orang ahli kebumian dengan sikap yang sangat membumi (Cahyo Utomo)”






Sunday, March 13, 2016

Tugas Kuliah Geologi Minyak Bumi : Cekungan Ombilin ( Ada link download file asli wordnya )



Halo  Sobat Geost di seluruh Nusantara !

Kali ini saya mau membagikan materi tugas GMB yang dulu cukup susah nyari materinya, sekarang saya sediakan data tugas saya dulu full paper. Bagi yang mau file asli dalam bentuk Word bisa langsung download di tautan ini ya. Hargai Saya dengan cukup menulis alamat blog saya di daftar pustaka tugas kalian. Chaaao !!!!





GEOLOGI CEKUNGAN OMBILIN


2.1 Tatanan Tektonik
Pulau Sumatra terletak di baratdaya dari Kontinen Sundaland dan merupakan jalur konvergensi antara Lempeng Hindia-Australia yang menyusup di sebelah barat Lempeng Eurasia/Sundaland. Konvergensi lempeng menghasilkan subduksi sepanjang Palung Sunda dan pergerakan lateral menganan dari Sistem Sesar Sumatra.


Konfigurasi cekungan pada daerah Sumatra berhubungan langsung dengan kehadiran dari subduksi yang menyebabkan non-volcanic fore-arc dan volcano-plutonik back-arc. Sumatra dapat dibagi menjadi 5 bagian (Darman dan Sidi, 2000):

  1. Sunda outer-arc ridge, berada sepanjang batas cekungan fore-arc Sunda dan yang memisahkan dari lereng trench.
  2. Cekungan Fore-arc Sunda, terbentang antara akresi non-vulkanik punggungan outer-arc dengan bagian di bawah permukaan dan volkanik back-arc Sumatra.
  3. Cekungan Back-arc Sumatra, meliputi Cekungan Sumatra Utara, Tengah, dan Selatan. Sistem ini berkembang sejalan dengan depresi yang berbeda pada bagian bawah Bukit Barisan.
  4. Bukit Barisan, terjadi pada bagian axial dari pulaunya dan terbentuk terutama pada Perm-Karbon hingga batuan Mesozoik.
  5. Intra-arc Sumatra, dipisahkan oleh uplift berikutnya dan erosi dari daerah pengendapan terdahulu sehingga memiliki litologi yang mirip pada fore-arc dan back-arc basin.



2.2 Stratigrafi dan Lingkungan Pengendapan

            Stratigrafi cekungan Ombilin telah dideskripsi secara terperinci oleh Koesomadinata dan Matasak (1981). Cekungan Ombilin mempunyai batuan berumur Pra-Tersier (Perm dan Trias) hingga Kuarter.
v  Batuan Pra-Tersier
            Menurut Koesoemadinata dan Matasak (1981), batuan Pra-Tersier merupakan batuan yang mendasari cekungan Ombilin. Batuan ini tersingkap di bagian barat dan timur dari cekungan.
Batuan Pra-Tersier yang tersingkap di bagian barat cekungan terdiri dari:
1. Formasi Silungkang, terdiri dari litologi batugamping koral dan batuan vulkanik terdiri dari lava andesitik, basaltik serta tufa. Umur formasi ini adalah Permo-Karbon berdasarkan kandungan fosil Fusulinida pada batu gamping.

2. Formasi Tuhur, terdiri dari litologi batusabak, anggota serpih dan anggota batugamping. Umur formasi ini adalah Trias.
Seluruh batuan ini kemudian diintrusi oleh Granit Lassi, yang berumur 200 juta tahun yang lalu (Katili, 1962 dalam Koesoemadinata dan Matasak, 1981).
Batuan Pra-Tersier yang tersingkap di bagian timur cekungan terdiri dari:
3.  Formasi Kuantan, terdiri dari litologi batugamping Oolit yang mengalami rekristalisasi, marmer, batusabak, filit serta kuarsit yang berkembang secara lokal. Umur formasi ini adalah Trias (Kastowo dan Silitonga, 1973 dalam Koesoemadinata dan Matasak, 1981). Formasi Kuantan diintrusi oleh granit masif dari Formasi Sumpur (Musper, 1930 dalam Koesoemadinata dan Matasak, 1981) yang berumur 200 juta tahun yang lalu (Obradovich, 1973 dalam Koesoemadinata dan Matasak, 1981).
v  Batuan Tersier
            Batuan Tersier cekungan Ombilin dapat dibagi menjadi enam formasi menurut Koesoemadinata dan Matasak, 1981:
1. Formasi Brani, terdiri dari konglomeraat berwarna cokelat keunguan, berukuran kerikil sampai kerakal, dengan beraneka ragam jenis fragmen berupa andesit, batugamping, batusabak dan agrilit, granit, kuarsit, arkosic gritsand yang berbutir kasar, masif dan umumnya tidak berlapis. Umur formasi ini berdasarkan hubungan yang menjemari dengan Formasi Sangkarewang diduga berumur Paleosen hingga Eosen. Formasi ini diperkirakan diendapkan sebagai endapan kipas aluvial.


2. Formasi Sangkarewang, terdiri dari serpih berlapis tipis berwarna kelabu gelap kecoklatan sampai hitam, plastis, gampingan mengandung material karbon, mika, pirit dan sisa tumbuhan. Formasi ini memiliki sisipan berupa lapisan-lapisan batupasir dengan tebal kurang dari 1 m, terdapat fragmen kuarsa dan feldspar, gampingan berwarna abu-abu sampai hitam, matriks lempung terpilah buruk mengandung mika dan material karbon dan terdapatnya struktur nendatan (Slump). Sisipan batupasir ini menunjukan pola menghalus ke atas. Berdasarkan hubungannya dengan Formasi Sawahlunto yang berada di atasnya berdasar analisa polen formasi ini menunjukkan umur Paleosen sampai Eosen diperkirakan berumur Paleosen. Formasi ini terendapkan pada lingkungan danau.

3. Formasi Sawahlunto, terdiri dari sekuen serpih berwarna abu-kecoklatan dan dicirikan dengan hadirnya batubara. Serpih umumnya karbonan. Batupasir memiliki ciri sekuen menghalus ke atas, memiliki struktur sedimen berlapis silang siur, ripple lamination dan dasar erosi tegas yang menunjukkan  suatu sekuen point bar. Batubara umumnya berselingan dengan batulanau berwarna kelabu dan lempung karbonan.
            Menurut Koesoemadinata dan Matasak (1981), Formasi Sawahlunto berumur Eosen berdasarkan analisa polen yang menunjukkan umur Paleosen sampai Eosen, sedangkan menurut Himawan (1991) dalam Situmorang, dkk (1991) dan Bartman dalam Yarmanto dan Flentcher (1993) berdasarkan analisa polen, umur formasi ini diperkirakan Oligosen hingga Miosen Awal.

4. Formasi Sawahtambang, menurut Koesoemadinata dan Matasak (1981), formasi ini dicirikan oleh sekuen masif yang tebal dari batupasir berstruktur silang siur. Serpih dan batulanau berkembang secara setempat. Batupasir berwarna abu-abu terang sampai coklat, berbutir halus sampai sangat kasar, sebagian besar konglomeratan dengan fragmen kuarsa berukuran kerikil, terpilah sangat buruk, menyudut tanggung, keras dan masif. Ciri sekuen Formasi Sawahtambang terdiri dari siklus-siklus atau seri pengendapan dimana setiap siklus dibatasi oleh bidang erosi pada bagian dasarnya dan diikuti oleh kerikil yang berimbrikasi, bersilang siur dan paralel laminasi dengan sekuen yang menghalus ke atas. Pada baupasir konglomeratan terdapat lensa-lensa batupasir yang bersilang-siur. Struktur silang siur umumnya berskala besar dan memiliki bentuk gelombang (trough ceossbedded). Secara setempat, pada bagian bawah Formasi Sawahtambang, terdapat sisipan lapisan-lapisan batulempung atau serpih lanauan yang membentuk unit tersendiri yaitu sebagai Anggota Rasau. Sedangkan, pada bagian atas formasi ini dengan sisipan lapisan-lapisan batulempung dengan kandungan laminasi batubara yang terjadi secara setempat, membentuk unit sendiri, yaitu Anggota Poro.

            Menurut Koesoemadinata dan Matasak (1981), formasi ini terletak selaras di atas Formasi Brani dan memiliki hubungan selaras dan menjari dengan Formasi Sawahlunto di beberapa tempat. Menurut Cameron, dkk. (1981) dalam Koning (1985) berdasarkan pemetaan lapangan yang telah dilakukan oleh Cameron, dkk. Menunjukan antara Formasi Sawahtambang dengan Formasi Sawahlunto memiliki hubungan ketidakselarasan bersudut. Sedangkan, menurut Situmorang, dkk (1991) secara keseluruhan antara Formasi Sawahlunto dan Formasi Sawahtambang memiliki hubungan menjari berdasarkan lingkungan pengendapan dari kedua formasi tersebut yang merupakan sistem sungai, yang mana Formasi Sawahtambang memiliki lingkungan pengendapan sungai teranyam pada bagian fasies proksimal yang berubah secara lateral menjadi fasies distal yang membentuk endapan sungai berkelok dari Formasi Sawahlunto.
            Menurut Koesoemadinata dan Matasak (1981) umur dari formasi ini berdasarkan posisi stratigrafi di bawah Formasi Ombilin dan hubungan yang selaras di atas Formasi Sawahlunto diperkirakan berumur Oligosen. Menurut Himawan (1991) dalam Situmorang, dkk. (1991) berdasarkan analisa polen formasi ini juga menunjukan umur Oligosen.

            Menurut Koesoemadinata dan Matasak (1981) dan Situmorang, dkk (1991), formasi ini diendapkan pada lingkungan sistem sungai teranyam.
            Menurut Whateley dan Jordan (1989) dan Howells (1997) dalam Barber, dkk. (2005) sumber sedimen dari Formasi Sawahtambang ini berasal dari barat cekungan Ombilin. Menurut Barber, dkk. (2005) proses pengendapan dari Formasi Sawahtambang ini bersamaan dengan pengangkatan dari Bukit Barisan.
5. Formasi Ombilin, Menurut Koesoemadinata dan Matasak (1981), Formasi Ombilin terdiri dari serpih atau napal berwarna kelabu gelap, karbonan dan karbonatan, bila lapuk menjadi berwarna kelabu terang dan umumnya berlapis baik. Termasuk kedalam sekuen ini adalah lapisan-lapisan batupasir yang mengandung glaukonit, berbutir halus, berwarna kelabu kehijauan, secara umum terdapat sisa-sisa tumbuhan dan fosil moluska. Pada bagian bawah dari formasi ini terdapat nodul-nodul batugamping dan lensa batugamping foraminifera-koral, sedangkan dibagian atas sisipan lapisan batupasir tufaan, diselingi oleh batulanau bersifat karbonan, mengandung glaukonit dan fosil moluska. Menurut Koesoemadinata dan Matasak (1981) napal dari formasi ini mengandung Globigernia yang merupakan ciri endapan laut. Umur formasi ini diperkirakan berumur Miosen Awal, berdasarkan kandungan fosil bentonik serta kehadiran glaukonit, maka formasi ini diperkirakan diendapkan pada lingkungan neritik luar sampai batial atas.
6. Formasi Ranau, menurut Van Bemmelen (1943) pada beberapa lokasi di Cekungan Ombilin, didapatkan formasi berupa tufa yang disebut Tufa Ranau. Tufa ini dianggap menjadi deposit vulkanik berumur Pleistosen (Koesoemadinata dan Matasak, 1981), sedangkan menurut Bellon, dkk. (2004) dalam Barber, dkk. (2005) umur dari formasi ini diperkirakan antara 5,5 hingga 2,4 juta tahun yang lalu (Pliosen).
            Adanya perbedaan urutan litostratrigrafi terhadap umur dari tiap penelitian-penelitian sebelumnya, diakibatkan oleh sukarnya penentuan umur yang tepat dari tiap formasi pada cekungan Ombilin bagian bawah yang berupa endapan darat. Penentuan umur yang memiliki rentang umum dari endapan-endapan darat tersebut, dibatasi oleh endapan berlingkungan laut Formasi Ombilin yang terdapat foraminifera dari Miosen Awal, yang memberikan batas umur paling muda untuk formasi-formasi yang lebih tua.
2.3 Petroleum System

A. Batuan Induk (Source Rock)
Di Cekungan Ombilin, hidrokarbon terbentuk dan terdorong keluar dari batuan induk masa Eocene dan sedimen Fluvio sampai Lacustrine Syn-rift dalam, terdeposit sepanjang NW-SE sistem tranding graben, dimana mengalami pematangan pada masa Oligocene. Ada empat tipe batuan induk yang dapat dipertimbangakan dari blok sepanjang wilayah Cekungan Ombilin dari yang tertua sampai yang termuda, yaitu:
1.                         Lacustrine Shale masa Eocene dari Formasi Sangkarewang Ini merupakan batuan induk utama dalam Cekungan Ombilin. Berdasarkan TOC, Formasi Sangkarewang dari sedimen Syn-rift awal dapat dikategorikan 12 sebagai potensial batuan induk. Di sumur Sinamar-1, Formasi Sangkarewang ditemukan pada kedalaman 7575 ft sampai kedalaman 9902 ft dengan ketebalan sekitar 1500 ft (460 m). Lapisan ini terdiri dari mudstones dan siltstones tebal dengan sedikit batubara di bagian bawah.
2.                          Formasi Sawahlunto Masa Oligocene
Batuan induk lain terlihat di Formasi Sawahlunto. Coal bed di interval ini ada hubungan dengan minyak dengan titik kelimpahan tinggi yang ditest di sumur Sinamar-1. Pada sumur Sinamar-1, Formasi Sawahlunto ditemukan pada kedalaman 7025 - 7575 ft. Lapisan ini mengalami kematangan yang telat, dimana oil prone kerogen terutama akan berbentuk condensat dan gas kering.

3.                         Formasi Sawah Tambang Masa Oligocene Potensial shale source pada interval ini sangat terbatas, dimana minyak ditemukan terasosiasi dengan shale tersebut pada kedalaman 2200 ft sampai 2400 ft.
4.                          Formasi Ombilin Masa Miocene Marine shale tebal dari formasi ini yang ditemukan pada sumur Sinamar-1 belum matang. Batuan induk masih terbuka lebar terhadap sistem petroleum di area sebelah utama blok ini (Koning, 1985).

 Kematangan (Maturity) Tingkat kematangan hidrokarbon dari hasil analisis sampel geokimia sumur Sinamar-1 dan dari sampel permukaan (dalam lubang seismik) menunjukkan tingkat kematangan dari early mature (Formasi Ombilin) hingga kematangan yang tinggi (Formasi Sangkarewang).

B. Reservoar
Dua yang utama dan beberapa target reservoar telah dikenal dalam blok tersebut dari Cekungan Ombilin, dimana telah dilakukan analisis dari satu-satunya sumur yang ada, yaitu Sinamar-1, seperti dari informasi cutting, side wall core dan well loffing. Litologi di Sinamar-1 secara general didominasi oleh sandstone konglomeratik, sandstone massive dan mudstones. Dari sumur Sinamar-1 diperoleh data bahwa pada interval 2600 ft sampai 7500 ft, terutama dari Formasi Sawahlunto dan Ombilin diperoleh sandstone dengan kualitas terbaik sebagai reservoar.
C. Penyekat (Seal)
Pada kenyataannya, kemampuan seal dari cekungan Ombilin bukanlah suatu masalah. Hal ini menjadi bagian penting dari sistem petroleum, karena regional dan lateral seal intraFormasional dan vertikal seal yang sekarang. Efisiensi sistem sealing dari Cekungan Ombilin terjadi dengan baik, keberadaan shale horizon tersebar secara luas sebagai sealing regional dan informal sekaligus.

D. Jenis dan Konsep Batuan Biasanya, lapangan oil/gas di Cekungan Ombilin selalu berasosiasi dengan struktural (antiklin), akan tetapi komponen stratigrafi di dalam jebakan dari sisa oil sangatlah penting. Akumulasi hidrokarbon dikontrol sangat kuat oleh closure struktural. Reservoar terutama direprensentasikan oleh sandstone dari transprogressive marine.





D. Perangkap
Berdasarkan dari data seismik yang ada, paling tidak terdapat dua tipe mekanisme perangkap dapat ditemui di Cekungan Ombilin, yaitu:
1. Struktural lipatan dan struktural patahan seperti pada sebagian besar perangkap struktural Sawahtambang dimana kompresi yang kuat dan bagian yang terangkat menjadi model perangkap.
2. Kombinasi antara perangkap hidrokarbon struktural dan stratigrafi mungkin terjadi di daerah delta yang kompleks di bagian South West Bukit Barisan dari graben yang terbalik (Koning, 1985).

2.4       Sejarah Eksplorasi

            Cekungan Ombilin menjadi fokus utama survei geologi mulai tahun 1870 . Banyak penelitian yang menunjukan secara detail bentuk sedimentologi Formasi Sawahlunto. Pada tahun-tahun  selanjutnya, studi evaluasi geologi muncul pada 1920-an pasca pertambangan batubara setelah .Tahap ketiga dan selanjutnya dari studi geologi dimulai pada akhir 1960-an untuk memperbaharui potensi batubara di daerah tersebut. Beberapa penulis telah menerbitkan hasil penelitian penting selama kurun waktu tersebut, yaitu :  Klompe et a1 (1957), Tiga (1971), Katili (1972), Possavec et al. (1973), Kastowo and Silitonga (1973), De Coster (1976), Koesoemadinata dan Matasak (1981)' Koning & Avila (1985)' Whateley et al. (1989), Siturnorang et al.(1991), Humphreys et al. (1991).
            Cekungan Ombilin adalah cekungan tengah busur (Intra-Arc Basin) yang terletak di dalam Pegunungan Barisan Sumatera. Eksplorasi minyak dimulai di Cekungan Ombilin pada awal 1980-an ketika pemetaan geologi dilakukan, survei radar aperture sintetis (SAR), dan survei geofisika. Pengeboran Sinamar No. 1 mencapai kedalaman hingga 3.020 m. Sumur Sinamar No. 1 adalah sumur pengeboran yang bersejarah di industri minyak Indonesia, karena adalah pengeboran minyak pertama yang di Cekungan Ombilin dan juga yang pertama kali di cekungan tengah busur (Intra-Arc Basin) di Indonesia.  Namun aliran hidrokarbon dari sumur ini masih kecil. Dengan kata lain tidak menemukan cadangan minyak yang ekonomis untuk dilakukan pengeboran eksploitasi.
            Interpretasi terpadu dari data, baik, geofisika dan singkapan menunjukkan bahwa meskipunukuran areal yang kecil (30 km x 50 km), Cekungan Ombilin adalah cekungan yang dalam menyimpan endapan sedimen sampai 4500 m dari sedimen Tersier, mulai usia Tengah Eosen untuk Miosen Awal. Cekungan yang saat ini adalah bentuk dari struktur cekungan tengah busur, tapi itu juga merupakan cekungan tengah busur selama sejarah pengendapan Tersier Awal nya. Selama Eosen, kipas aluvial dan arus turbidit besar diendapkan di pinggiran DAS dan danau besar yang  terakumulasi di pusat cekungan. Deposisi fluvial terjadi di cekungan selama Oligosen diikuti oleh pengendapan serpih laut, batupasir, dan terumbu yang terisolasi selama Miosen. Meskipun Cekungan Ombilin terletak di busur magmatik Sumatera dan sebagian tertutup oleh material volkanik dari gunung apai yang telah punah dan yang masih aktif, gradasi suhunya  dibawah permukaan dari 1,62 derajat. F / 100 ft. Disimpan di Sinamar No. 1 dan 1,47 derajat F / 100 ft. Diukur dalam (670 m) eksplorasi batubara lubang inti dalam secara signifikan lebih dingin dari rata-rata gradien temperatur bawah permukaan di Sumatera cekungan busur belakang-. Organik kaya Eosen lakustrin serpih merupakan sumber batuan kemungkinan untuk hidrokarbon diuji dalam Sinimar No 1 dan minyak merembes terletak di sepanjang batas cekungan.


                Data seismik menunjukkan bahwa meskipun cakupan area dari Cekungan Ombilin relatif kecil (sekitar 1500 km persegi), sampai dengan 15.000 ft (4.600 m) dari sedimen tersier yang hadir. Bagian Tersier di Cekungan berkisar di umur dari Eosen Tengah ke Miosen Awal. Hiatus pengendapan signifikan terjadi dalam jaman Tersier. Sebelumnya pemetaan geologi oleh Institut Teknologi Bandung data informasi yang diperoleh eksplorasi minyak dan gas baru-baru ini menunjukkan bahwa cekungan Ombilin adalah cekungan tengah busur adalah benar. Selama sejarah Tersier Awal, arus turbidit dan luas endapan kipas aluvial terjadi pada batas cekungan dan di danau Eosen besar menempati pusat cekungan. Pengangkatan dan erosi sejak Miosen Tengah telah mengurangi cekungan Ombilin untuk konfigurasi areal yang sekarang. Meskipun cekungan ini terletak di busur magmatik Sumatera dan sebagian tertutup oleh material volkanik dari gunung berapi yang telah punah dan yang masih aktif, gradien suhu bawah permukaan secara signifikan lebih dingin dibandingkan Cekungan Belakang Busur Sumatra. Serpih berumur Eosen yang merupakan endapan danau dan  serpih marin berumur Oligosen kemungkinan adalah source rock hidrokarbon pada pengeboran dalam sumur Sinamar No. 1 dan infiltrasi minyak yang terletak di sepanjang batas cekungan.

            Interpretasi seismik oleh Koning pada tahun 1985 menunjukkan 4 Formasi; Sangkarewang, Sawahlunto, Sawahtambang, dan Ombilin. Seismik Formasi Sangkarewang menunjukkan sedimen yang telah terlipat, dengan reflektor yang kuat dan transparan. Geometri Formasi Sangkarewang menunjukan reflektor yang tidak jelas. Penelitian  yang dilakukan oleh Koesoemadinata dan Matasak (1981) menunjukkan bahwa Formasi Sangkarewang terdiri dari serpih, batu pasir, dan konglomerat. Ditafsirkan  sebagai endapan khas lakustrin. Seismik Formasi Sawahlunto  menunjukkan sedimen yang mengalami penebalan dengan arah barat daya, sejajar dengan Formasi lainnya.
            Karakter reflektor seismik Formasi Ombilin umumnya transparan dan sebagian besar ditunjukkan  dari facies serpih. Geometri dan interval tidak dapat ditafsirkan di bagian atasnya, sebagian besar sudah terkikis. Berdasarkan karakter seismik dijelaskan sebelumnya, evolusi cekungan yang ditafsirkan kembali menggunakan kerangka tektonostratigrafi . Dalam hal ini, Formasi Sangkarewang ditafsirkan sebagai deposit celah sedangkan Formasi Sawahlunto dikaitkan di akhir.
            Anomali Bouguer peta dari Situmorang et.al 1991 menunjukkan 2 kecenderungan umum dari depocentre, NS dan  NW-SE (gambar 3). Data menunjukkan bahwa cekungan Ombilin dikendalikan oleh dua anomali. Peta geologi menunjukkan struktur yang sama, ada 2 kelurusan, yang kelurusan NW-SE (Takung Fault) dan kelurusan N-S (Tanjung Ampalo Fault) (gambar 2). Kedua struktur muncul di baris seismik oleh Koning (1985). NW-SE anomali menunjukkan bahwa anomali memiliki sudut tinggi karakter kemiringan dari jenis dorong kesalahan.
Juga menunjukkan kecenderungan rezim tekan dan anomali itu mungkin terjadi dalam deformasi terakhir periode (Plio-Pleistosen). N-S anomali dalam baris seismik membentuk zona besar yang dibentuk pada deformasi terakhir. Berdasarkan tafsiran seismik oleh Koning (1985), cekungan Ombilin terdiri dari 4 seismik reflaksi yang berbeda, menunjukkan 4 formasi. Dari tua ke muda:Formasi Sangkarewang, Formasi Sawahlunto, Formasi Sawahtambang, dan Formasi Ombilin.
            Seismik Sangkarewang menunjukan lipatan sedimen, divergent maju ke SW, reflector kuat diatas , transparant dibawah formasi dan dihentikan dibeberapa daerah. Reflektor kuat yang dominan maju kearah SW dan NE ditengah, dan transparan.
            Seismik Sawahlunto menunjukkan penipisan pada tepi SW dan NE tetapi penebalan menuju pusat, reflektor kuat di bagian atas dan bawah tetapi di tenggara reflektor di bagian bawah tidak jelas. Reflektor yang kuat lebih dominan ke arah SW dan transparan dari pusat ke arah NE.
            Seismik Sawahtambang menunjukkan polaritas terbalik dari ketebalan sedimen. Umumnya, itu ditandai dengan interbedded kuat dengan reflektor transparan, penebalan sedimen ke arah timur laut, sejajar dengan yang berbeda.
            Karakter seismik Ombilin reflektor yang umumnya transparan dan kuat di bagian bawah. Namun, bagian atas formasi ini tidak hadir di baris seismik daerah ini. transparan reflektor menunjukkan formasi terutama terdiri dari facies shaly. Geometris, interval tidak bisa ditafsirkan karena bagian atas sebagian besar terkikis.




BAB III
PENUTUP




Kesimpulan

            Kegiatan eksplorasi di blok Singkarak membuahkan hasil pada penemuan beberapa data geologi dan geofisika yang mengindikasikan bahwa Cekungan Ombilin adalah sebuah pull apart basin yang sangat dalam, terisi lebih dari 4.600 meter sedimen berumur Tersier. Jumlah keseluruhannya kemungkinan lebih dari 9.200 meter. Data singkapan dan bawah permukaan mengindikasikan adanya batuan induk, reservoir, batuan penyekat dan struktur yang mengarah pada hidrokarbon di dalam Cekungan Ombilin. Hasil pengeboran pada sumur sinarmar no.1 menunjukan adanya aliran hidrokarbon berupa kondensat yang mengalir dari sumur tersebut tetapi dalam volume yang kecil. Sehingga secara ekonomi cekungan Ombilin tidak prospek untuk pengeboran eksplorasi, jadi tidak perlu ada tindaklanjut pada cekungan tersebut, mengingat tatanan tektonik yang tidak terlalu ideal untuk terakumulasinya hidrokarbon dalam jumlah yang besar. Pada intinya di cekungan tersebut terbukti ada potensi migas, tetapi tidak dalam jumlah yang besar.
Dari isi pembahasan diatas dapat kami simpulkan bahwa:
1.      Tatanan Tektonik
Pulau Sumatra terletak di baratdaya dari Kontinen Sundaland dan merupakan jalur konvergensi antara Lempeng Hindia-Australia yang menyusup di sebelah barat Lempeng Eurasia/Sundaland. Konvergensi lempeng menghasilkan subduksi sepanjang Palung Sunda dan pergerakan lateral menganan dari Sistem Sesar Sumatra.
2.      Stratigrafi dan Lingkungan Pengendapan
            Stratigrafi cekungan Ombilin telah dideskripsi secara terperinci oleh Koesomadinata dan Matasak (1981). Cekungan Ombilin mempunyai batuan berumur Pra-Tersier (Perm dan Trias) hingga Kuarter.
v  Batuan Pra-Tersier
            Menurut Koesoemadinata dan Matasak (1981), batuan Pra-Tersier merupakan batuan yang mendasari cekungan Ombilin. Batuan ini tersingkap di bagian barat dan timur dari cekungan.
            1. Formasi Silungkang
            2. Formasi Tuhur
            3.  Formasi Kuantan

v  Batuan Tersier
            Batuan Tersier cekungan Ombilin dapat dibagi menjadi enam formasi menurut Koesoemadinata dan Matasak, 1981:
            1. Formasi Brani
            2. Formasi Sangkarewang
            3. Formasi Sawahlunto
            4. Formasi Sawah Tambang
            5. Formasi Ombilin
            6. Formasi Ranau




DAFTAR PUSTAKA

Koning, T., 1985, Petroleum Geology of The Ombilin Intermontane Basin, West Sumatera : Proceedings of Indonesia Petroleum Association, 14th Annual Convention.

Koesoemadinata, R. P. & Matasak, T. 1981. Stratigraphy and sedimentation, Ombilin Basin, Central Sumatra. Proceedings of the 10th Annual Conference, Indonesian Petroleum Association, Jakarta, 2 17-249.

LEMIGAS 1991. Ombilin Basin West Sumatra field trip guide book, February 1991.
Geological Research Group, PPPTMGB "LEMIGAS " .

Noeradi, Dardji., dkk. 2005. Rift Play In Ombilin Basin Outcrop, West Sumatra. Proceedings, Indonesian Petroleum Association, Thirtieth Annual Convention & Exhibition, August 2005.