Friday, May 9, 2014

From Zero To Hero



Awal mula aku masuk ke dunia geologi adalah ketika bergabung dengan tim eksplorasi batubara pada salah satu tambang batubara di Kalimantan Tengah. Hari pertama bekerja sebagai asisten geologis adalah hari yang sangat berat. Aku harus berjalan berkilo-kilometer, naik turun perbukitan, menerabas dihutan belantara, dan yang tak terlupakan adalah bagaimana kita harus bermandikan peluh manakala kita sedang eksplorasi. Kepala tim eksplorasiku pernah berkata kepadaku, 


 
“Geologi itu ya jalan kaki. Berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan pekerjaan kita itu gak lepas dari berjalan kaki”.




Pagi hingga sore kita mesti masuk hutan, malamnya kita harus mengolah data yang diperoleh. Setiap hari begitulah pekerjaan yang kita lakukan. Aku sangat tertolong ketika pada pagi hari hujan turun, akses jalan ke lokasi menjadi becek, mobil empat gardapun tak sanggup menembus jalan yang becek, sehingga ketua tim pasti meliburkan kegiatan kita pada pagi itu. Suatu berkah bagi kami ketika hujan turun pada pagi hari, apalagi hujannya deras, makin kuat kita semua berselimutkan sleeping bag. Satu hal yang sangat aku senang dan nyaman menjalani pekerjaanku pada saat itu adalah suasana kekeluargaan yang sangat hangat yang mampu diciptakan oleg kepala tim eksplorasiku. Saat kami libur karena hujan, biasanya kami semua berkumpul setelah sarapan pagi, disitu kepala timku selalu membuat lelucon yang kami tidak bisa menahan tawa dengan leluconnya. Sesekali ia mensharingkan pengalamannya ketika ia masih muda dan sesekali ia serius menceritakan kembali kisah jatuh bangunnya sebagai geologis.

Satu hal yang sangat aku kagumi dari sosoknya adalah ia tak membuat jarak maupun gap diantara anak buahnya. Suasana guyub yang mampu ia ciptakan membuat kami semua sebagai bawahannya lama-kelamaan menjadi menyayanginya, sehingga kami semua semangat dalam bekerja. Lupa akan beratnya medan yang mesti kita hadapi dilapangan. Bahkan bila kami menemui beberapa kesulitan dalam pekerjaan kita, seperti menentukan arah penyebaran batubara, titik bor ideal, dan dalam menjalin kemitraan dengan kontraktor, maka ia selalu membimbing kami semua. Dengan banyaknya asam garam yang ia rasakan dulu, kami selalu bisa mendapati solusi terbaik dari semua perkataannya. Aku sangat bersykur bisa berada di tim eksplorasi ini. Dengan kehadiran sosok kepala tim eksplorasiku yang sangat mumpuni dibidangnya, pada akhirnya aku mulai mencintai dunia geologi.

 Bagiku sosok kepala timku itu telah memberikan efek psikologis yang sangat dalam kepadaku. Hingga ketika aku ditugaskan sebagai geologis pemetaan pada perusahaan yang berbeda, semua yang diajarkannya kepadaku, menjadikanku sosok geologis yang handal dilapangan. Bagiku, bekerja didaerah Kalteng dulu, adalah kawah candradimuka-ku, dimana aku ditempa secara fisik dan mental, serta dimana aku memperdalam segala sesuatu tentang batubara. 
           


       

   Dari merekalah aku sadar bahwa geologi itu indah




Terima kasih untuk segala kesempatan dan pengalaman yang telah diberikan Pakdhe, seluruh ilmu yang kau berikan takkan pernah lekang oleh waktu



Tuesday, May 6, 2014

Inilah yang dilakukan Geologist


Geologi : Tak Hanya Tentang Batu



Terlahir nama dengan Cahyo Utomo Putro pada tanggal 07 Oktober 1991 di Kota sepi namun penuh kedamaian, Purworejo. Namun aku besar dikota gudeg Jogjakarta. Makanya gak heran kalo sampai-sampai akteku adalah “wong jogja”. Alumni siswa SMK 2 Depok Sleman (dulunya STM Pembangunan Yogyakarta) yang kini Alhamdulillah berkuliah di STTNas Yogyakarta sebagai mahasiswa teknik geologi.
Setelah lulus dari SMK 2 Depok sempat bekerja selama 2 tahun disekitar Kalimantan. Dari Kalimantan Barat hingga Kalimantan Timur, Dari Pengawas tambang bauksit hingga pengawas bor batubara. Dari sebagai kuli hingga sebagai supervisor. Dari bekerja dibawah garis khatulistiwa hingga bekerja dibawah rimbunnya hutan. Dari bekerja dilingkungan  saling menjatuhkan hingga bekerja dilingkungan yang penuh persaudaraan. Alhamdulillah semuanya pernah aku rasakan pada saat aku masih muda, pada saat aku belum punya tanggungan, pada saat aku haus akan pengalaman kehidupan, pada saat aku bisa berdiri sendiri, pada saat aku selalu diberi kesehatan, dan pada saat ibuku selalu ada mendukung dan mendoakanku dari belakang. Semuanya diberikan ketika pada saatnya, semuanya diberikan saat aku lelah menjalani ketidakadilan hidup, dan semuanya diberikan saat aku belum mengetahui makna indah dari berbagi. 


Kini  dengan apa-apa yang telah aku dapatkan, pelajari, dan amalkan, aku bisa seutuhnya menjadi ‘manusia’ . Mensyukuri apapun yang telah aku dapatkan. Menyadari bahwa segala sesuatu tercipta bukan tanpa tujuan. Memahami kebesaranNya dimanapun aku berada. Mengerti bahwa rezekiNya selalu ada dimanapun, kapanpun, dan bagaimanapun ketika kita berusaha memberikan yang terbaik. Dan pada akhirnya aku tak bisa menyangkal bahwa Dia selalu ada untuk hambaNya, Dia selalu memberikan apa yang kita butuhkan bukan yang kita inginkan, dan Dia selalu menjawab doa-doa hambaNya, bagaimanpun keadaan hambaNya, kapanpun hambaNya berdoa, dan dimanapun hambaNya berada. Dia selalu menjawabnya teman, percayalah, cepat atau lambat Dia selalu mengabulkannya.
Lewat kerasnya dunia tambang, aku ditempa menjadi orang yang kuat secara mental dan fisik. Pertama melakukan kegiatan pemetaan batubara di Kalimantan Tengah rasanya ingin pingsan, karena dari pagi hingga sore mesti berjalan naik turun bukit, menerabas lebatnya hutan Kalimantan, dan mandi disungai Barito. Ibarat pesawat terbang ketika ia take off , maka ketika pertama kali melakoni jalan hidup geologist rasanya tak sanggup, ingin menangis, dan seketika ingin pulang ke rumah. Bulan-bulan pertama aku menjalaninya dengan penuh keluh kesah didalam hati. Setiap hari berjalan sejauh 10 km pulang pergi, ketika sudah sampai di basecamp hari sudah menjelang senja dan langsung mandi disungai Barito. Malamnya mengerjakan laporan hingga larut malam kadang hingga pagi. Paginya harus siap lagi berangkat ke lapangan dengan badan yang masih lelah. Ya Tuhan, episode hidup apa lagi yang mesti hamba jalani ini? Setiap malam menjelang makan malam aku selalu termenung disudut bascemap memandangi sungai Barito. Melamuni hal-hal berat yang mesti aku jalani, terkadang air mata ini menetes dengan sendirinya, merasakan kerasnya kehidupan yang mesti aku jalani. Namun didalam hati aku tetap memasrahkan kehidupanku seutuhnya kepada Sang Khalik, berharap dibalik ini semua nantinya aku bisa menjadi laki-laki yang lebih baik, laki-laki yang tahan banting, dan laki-laki yang senantiasa dekat padaNya.


“Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” 


Hingga kemudian aku menemukan kemudahan dibalik  penatnya kehidupanku saat itu. Aku bertemu dengan Pak Ady Mubarrak dan Mas Rochman. Pak Ady yang notabene adalah atasanku sering mengajak aku untuk berkumpul dan bercanda ria, mengajak aku untuk selalu tersenyum ketika aku sedang mengalami fase-fase paling berat dalam kehidupan, dan yang terpenting dia selalu menjadikan kami semua adalah sebagai keluarga. Tidak ada gap diantara kita, tidak ada bos dan anak buah, dan tidak ada yang tidak saudara. Semua adalah saudara yang bekerja seperti keluarga. Dan ada juga Mas Rochman yang sangat cakap dan ahli dalam pemetaan batubara. Dari tahap eksplorasi hingga penambangan dia tahu semua, tak hanya itu ia juga memiliki fisik yang sangat kuat ketika dilapangan meskipun ia seorang perokok berat. Mas Rochman juga sering mengajak kami semua bercanda dihutan hingga peluh dan lelah kami tidak terasa. Darinya aku banyak belajar tentang apapun dan bagaimanapun seorang geologis dilapangan. Satu hal yang aku ingat darinya adalah :

“Seberapapun berat pekerjaan bila dibarengi dengan tawa dan canda,
maka tidak akan pernah terasa berat”

Disana aku juga bertemu dengan ahli pengukuran dan pemetaan, Mbah Suro kami memanggilnya. Ia adalah orang jawa timur yang sangat kental budaya kerasnya. Meskipun begitu ia sebenarnya adalah orang baik dan sering mengajariku hal-hal yang berbau survey. Bahkan, aku dipercaya sebagai assisten surveyor ketika ia diberi tugas untuk memetakan lubang bor dan daerah topografi disekitar.


Aku sangat bersyukur bertemu dengan orang-orang seperti ini, dari mereka aku memperoleh banyak hal. Pengetahuanku bertambah pesat, ketrampilanku menjadi terasah, dan yang terpenting aku telah ditempa sebagai seorang coal geologist sejati. Ketiga orang ini telah memberi warna dalam kepribadianku dalam memandang pekerjaan coal geologist, dan mereka ini selalu mengajarkanku tentang kebaikan, agama terutama. Pak Ady selalu marah ketika tahu aku tidak sholat, bahkan mas Rochman akan marah apabila aku sedang belajar kemudian aku lupa untuk menunaikan kewajibanku sebagai muslim, meski ia seorang protestan.
Diawal aku bekerja disini aku sangat menyesal, sedih, dan tak kuat. Namun kini ketika proyek ini telah usai, aku menjadi sosok yang paling bersykur, bahagia, dan kuat secara fisik maupun mental. Benar-benar Dia telah menunjukan KebesaranNya, kasih sayangNya, dan keberadaanNya.
Buatku, pengalaman bekerja disini lebih dari pengalaman bekerja, tetapi juga pengalaman spiritual, dimana Dia selalu menjawab doa setiap hambaNya. Apapun keadaanku saat berdoa, Kapanpun aku berdoa, dan Bagaimanapun saat aku berdoa. Dia Maha Besar, Dia Maha Kasih, dan Dia Maha Pemurah.