Halo Sobat Geost di seluruh Nusantara !
Kali
ini saya mau membagikan materi tugas GMB yang dulu cukup susah nyari materinya, sekarang saya sediakan data tugas saya dulu full paper. Bagi yang mau file asli dalam bentuk Word bisa langsung download di tautan ini ya. Hargai Saya dengan cukup menulis alamat blog saya di daftar pustaka tugas kalian. Chaaao !!!!
GEOLOGI CEKUNGAN OMBILIN
2.1 Tatanan Tektonik
Pulau
Sumatra terletak di baratdaya dari Kontinen Sundaland dan merupakan
jalur konvergensi antara Lempeng Hindia-Australia yang menyusup di sebelah
barat Lempeng Eurasia/Sundaland. Konvergensi lempeng menghasilkan
subduksi sepanjang Palung Sunda dan pergerakan lateral menganan dari Sistem
Sesar Sumatra.
Konfigurasi
cekungan pada daerah Sumatra berhubungan langsung dengan kehadiran dari
subduksi yang menyebabkan non-volcanic fore-arc dan volcano-plutonik
back-arc. Sumatra dapat dibagi menjadi 5 bagian (Darman dan Sidi, 2000):
- Sunda outer-arc ridge,
berada sepanjang batas cekungan fore-arc Sunda dan yang memisahkan
dari lereng trench.
- Cekungan Fore-arc Sunda, terbentang
antara akresi non-vulkanik punggungan outer-arc dengan bagian di
bawah permukaan dan volkanik back-arc Sumatra.
- Cekungan Back-arc Sumatra,
meliputi Cekungan Sumatra Utara, Tengah, dan Selatan. Sistem ini
berkembang sejalan dengan depresi yang berbeda pada bagian bawah Bukit
Barisan.
- Bukit Barisan, terjadi pada bagian
axial dari pulaunya dan terbentuk terutama pada Perm-Karbon hingga batuan
Mesozoik.
- Intra-arc
Sumatra, dipisahkan oleh uplift berikutnya dan erosi dari daerah
pengendapan terdahulu sehingga memiliki litologi yang mirip pada fore-arc
dan back-arc basin.
2.2 Stratigrafi dan Lingkungan Pengendapan
Stratigrafi
cekungan Ombilin telah dideskripsi secara terperinci oleh Koesomadinata dan
Matasak (1981). Cekungan Ombilin mempunyai batuan berumur Pra-Tersier (Perm dan
Trias) hingga Kuarter.
v Batuan
Pra-Tersier
Menurut
Koesoemadinata dan Matasak (1981), batuan Pra-Tersier merupakan batuan yang
mendasari cekungan Ombilin. Batuan ini tersingkap di bagian barat dan timur
dari cekungan.
Batuan Pra-Tersier yang tersingkap di bagian barat
cekungan terdiri dari:
1. Formasi
Silungkang, terdiri dari litologi
batugamping koral dan batuan vulkanik terdiri dari lava andesitik, basaltik
serta tufa. Umur formasi ini adalah Permo-Karbon berdasarkan kandungan fosil Fusulinida pada batu gamping.
2. Formasi Tuhur, terdiri dari litologi batusabak, anggota serpih
dan anggota batugamping. Umur formasi ini adalah Trias.
Seluruh batuan ini kemudian diintrusi oleh Granit
Lassi, yang berumur 200 juta tahun yang lalu (Katili, 1962 dalam Koesoemadinata
dan Matasak, 1981).
Batuan Pra-Tersier yang tersingkap di bagian timur
cekungan terdiri dari:
3. Formasi Kuantan, terdiri dari litologi batugamping Oolit yang
mengalami rekristalisasi, marmer, batusabak, filit serta kuarsit yang
berkembang secara lokal. Umur formasi ini adalah Trias (Kastowo dan Silitonga,
1973 dalam Koesoemadinata dan Matasak, 1981). Formasi Kuantan diintrusi oleh
granit masif dari Formasi Sumpur (Musper, 1930 dalam Koesoemadinata dan
Matasak, 1981) yang berumur 200 juta tahun yang lalu (Obradovich, 1973 dalam
Koesoemadinata dan Matasak, 1981).
v Batuan Tersier
Batuan
Tersier cekungan Ombilin dapat dibagi menjadi enam formasi menurut
Koesoemadinata dan Matasak, 1981:
1. Formasi Brani, terdiri dari konglomeraat berwarna cokelat
keunguan, berukuran kerikil sampai kerakal, dengan beraneka ragam jenis fragmen
berupa andesit, batugamping, batusabak dan agrilit, granit, kuarsit, arkosic gritsand yang berbutir kasar,
masif dan umumnya tidak berlapis. Umur formasi ini berdasarkan hubungan yang
menjemari dengan Formasi Sangkarewang diduga berumur Paleosen hingga Eosen.
Formasi ini diperkirakan diendapkan sebagai endapan kipas aluvial.
2. Formasi
Sangkarewang, terdiri dari serpih
berlapis tipis berwarna kelabu gelap kecoklatan sampai hitam, plastis,
gampingan mengandung material karbon, mika, pirit dan sisa tumbuhan. Formasi
ini memiliki sisipan berupa lapisan-lapisan batupasir dengan tebal kurang dari
1 m, terdapat fragmen kuarsa dan feldspar, gampingan berwarna abu-abu sampai
hitam, matriks lempung terpilah buruk mengandung mika dan material karbon dan
terdapatnya struktur nendatan (Slump).
Sisipan batupasir ini menunjukan pola menghalus ke atas. Berdasarkan
hubungannya dengan Formasi Sawahlunto yang berada di atasnya berdasar analisa
polen formasi ini menunjukkan umur Paleosen sampai Eosen diperkirakan berumur
Paleosen. Formasi ini terendapkan pada lingkungan danau.
3. Formasi
Sawahlunto, terdiri dari sekuen
serpih berwarna abu-kecoklatan dan dicirikan dengan hadirnya batubara. Serpih
umumnya karbonan. Batupasir memiliki ciri sekuen menghalus ke atas, memiliki
struktur sedimen berlapis silang siur, ripple
lamination dan dasar erosi tegas yang menunjukkan suatu sekuen point bar. Batubara umumnya berselingan dengan batulanau berwarna
kelabu dan lempung karbonan.
Menurut
Koesoemadinata dan Matasak (1981), Formasi Sawahlunto berumur Eosen berdasarkan
analisa polen yang menunjukkan umur Paleosen sampai Eosen, sedangkan menurut
Himawan (1991) dalam Situmorang, dkk (1991) dan Bartman dalam Yarmanto dan
Flentcher (1993) berdasarkan analisa polen, umur formasi ini diperkirakan
Oligosen hingga Miosen Awal.
4. Formasi
Sawahtambang, menurut
Koesoemadinata dan Matasak (1981), formasi ini dicirikan oleh sekuen masif yang
tebal dari batupasir berstruktur silang siur. Serpih dan batulanau berkembang
secara setempat. Batupasir berwarna abu-abu terang sampai coklat, berbutir
halus sampai sangat kasar, sebagian besar konglomeratan dengan fragmen kuarsa
berukuran kerikil, terpilah sangat buruk, menyudut tanggung, keras dan masif.
Ciri sekuen Formasi Sawahtambang terdiri dari siklus-siklus atau seri
pengendapan dimana setiap siklus dibatasi oleh bidang erosi pada bagian
dasarnya dan diikuti oleh kerikil yang berimbrikasi, bersilang siur dan paralel
laminasi dengan sekuen yang menghalus ke atas. Pada baupasir konglomeratan
terdapat lensa-lensa batupasir yang bersilang-siur. Struktur silang siur
umumnya berskala besar dan memiliki bentuk gelombang (trough ceossbedded). Secara setempat, pada bagian bawah Formasi
Sawahtambang, terdapat sisipan lapisan-lapisan batulempung atau serpih lanauan
yang membentuk unit tersendiri yaitu sebagai Anggota Rasau. Sedangkan, pada
bagian atas formasi ini dengan sisipan lapisan-lapisan batulempung dengan
kandungan laminasi batubara yang terjadi secara setempat, membentuk unit
sendiri, yaitu Anggota Poro.
Menurut
Koesoemadinata dan Matasak (1981), formasi ini terletak selaras di atas Formasi
Brani dan memiliki hubungan selaras dan menjari dengan Formasi Sawahlunto di
beberapa tempat. Menurut Cameron, dkk. (1981) dalam Koning (1985) berdasarkan
pemetaan lapangan yang telah dilakukan oleh Cameron, dkk. Menunjukan antara
Formasi Sawahtambang dengan Formasi Sawahlunto memiliki hubungan
ketidakselarasan bersudut. Sedangkan, menurut Situmorang, dkk (1991) secara
keseluruhan antara Formasi Sawahlunto dan Formasi Sawahtambang memiliki
hubungan menjari berdasarkan lingkungan pengendapan dari kedua formasi tersebut
yang merupakan sistem sungai, yang mana Formasi Sawahtambang memiliki
lingkungan pengendapan sungai teranyam pada bagian fasies proksimal yang
berubah secara lateral menjadi fasies distal yang membentuk endapan sungai
berkelok dari Formasi Sawahlunto.
Menurut
Koesoemadinata dan Matasak (1981) umur dari formasi ini berdasarkan posisi
stratigrafi di bawah Formasi Ombilin dan hubungan yang selaras di atas Formasi
Sawahlunto diperkirakan berumur Oligosen. Menurut Himawan (1991) dalam
Situmorang, dkk. (1991) berdasarkan analisa polen formasi ini juga menunjukan
umur Oligosen.
Menurut
Koesoemadinata dan Matasak (1981) dan Situmorang, dkk (1991), formasi ini
diendapkan pada lingkungan sistem sungai teranyam.
Menurut
Whateley dan Jordan (1989) dan Howells (1997) dalam Barber, dkk. (2005) sumber
sedimen dari Formasi Sawahtambang ini berasal dari barat cekungan Ombilin.
Menurut Barber, dkk. (2005) proses pengendapan dari Formasi Sawahtambang ini
bersamaan dengan pengangkatan dari Bukit Barisan.
5. Formasi
Ombilin, Menurut
Koesoemadinata dan Matasak (1981), Formasi Ombilin terdiri dari serpih atau
napal berwarna kelabu gelap, karbonan dan karbonatan, bila lapuk menjadi
berwarna kelabu terang dan umumnya berlapis baik. Termasuk kedalam sekuen ini
adalah lapisan-lapisan batupasir yang mengandung glaukonit, berbutir halus,
berwarna kelabu kehijauan, secara umum terdapat sisa-sisa tumbuhan dan fosil
moluska. Pada bagian bawah dari formasi ini terdapat nodul-nodul batugamping
dan lensa batugamping foraminifera-koral,
sedangkan dibagian atas sisipan lapisan batupasir tufaan, diselingi oleh
batulanau bersifat karbonan, mengandung glaukonit dan fosil moluska. Menurut
Koesoemadinata dan Matasak (1981) napal dari formasi ini mengandung Globigernia yang merupakan ciri endapan
laut. Umur formasi ini diperkirakan berumur Miosen Awal, berdasarkan kandungan
fosil bentonik serta kehadiran glaukonit, maka formasi ini diperkirakan
diendapkan pada lingkungan neritik luar sampai batial atas.
6. Formasi Ranau, menurut Van Bemmelen (1943) pada beberapa lokasi
di Cekungan Ombilin, didapatkan formasi berupa tufa yang disebut Tufa Ranau.
Tufa ini dianggap menjadi deposit vulkanik berumur Pleistosen (Koesoemadinata
dan Matasak, 1981), sedangkan menurut Bellon, dkk. (2004) dalam Barber, dkk.
(2005) umur dari formasi ini diperkirakan antara 5,5 hingga 2,4 juta tahun yang
lalu (Pliosen).
Adanya
perbedaan urutan litostratrigrafi terhadap umur dari tiap penelitian-penelitian
sebelumnya, diakibatkan oleh sukarnya penentuan umur yang tepat dari tiap
formasi pada cekungan Ombilin bagian bawah yang berupa endapan darat. Penentuan
umur yang memiliki rentang umum dari endapan-endapan darat tersebut, dibatasi
oleh endapan berlingkungan laut Formasi Ombilin yang terdapat foraminifera dari Miosen Awal, yang
memberikan batas umur paling muda untuk formasi-formasi yang lebih tua.
2.3
Petroleum System
A.
Batuan Induk (Source Rock)
Di
Cekungan Ombilin, hidrokarbon terbentuk dan terdorong keluar dari batuan induk
masa Eocene dan sedimen Fluvio sampai Lacustrine Syn-rift dalam, terdeposit
sepanjang NW-SE sistem tranding graben, dimana mengalami pematangan pada masa
Oligocene. Ada empat tipe batuan induk yang dapat dipertimbangakan dari blok
sepanjang wilayah Cekungan Ombilin dari yang tertua sampai yang termuda, yaitu:
1.
Lacustrine Shale masa Eocene dari
Formasi Sangkarewang Ini merupakan batuan induk utama dalam Cekungan Ombilin.
Berdasarkan TOC, Formasi Sangkarewang dari sedimen Syn-rift awal dapat
dikategorikan 12 sebagai potensial batuan induk. Di sumur Sinamar-1, Formasi
Sangkarewang ditemukan pada kedalaman 7575 ft sampai kedalaman 9902 ft dengan
ketebalan sekitar 1500 ft (460 m). Lapisan ini terdiri dari mudstones dan
siltstones tebal dengan sedikit batubara di bagian bawah.
2.
Formasi Sawahlunto Masa Oligocene
Batuan induk lain
terlihat di Formasi Sawahlunto. Coal bed di interval ini ada hubungan dengan
minyak dengan titik kelimpahan tinggi yang ditest di sumur Sinamar-1. Pada
sumur Sinamar-1, Formasi Sawahlunto ditemukan pada kedalaman 7025 - 7575 ft.
Lapisan ini mengalami kematangan yang telat, dimana oil prone kerogen terutama
akan berbentuk condensat dan gas kering.
3.
Formasi Sawah Tambang Masa Oligocene
Potensial shale source pada interval ini sangat terbatas, dimana minyak
ditemukan terasosiasi dengan shale tersebut pada kedalaman 2200 ft sampai 2400
ft.
4.
Formasi Ombilin Masa Miocene Marine shale
tebal dari formasi ini yang ditemukan pada sumur Sinamar-1 belum matang. Batuan
induk masih terbuka lebar terhadap sistem petroleum di area sebelah utama blok
ini (Koning, 1985).
Kematangan (Maturity) Tingkat kematangan
hidrokarbon dari hasil analisis sampel geokimia sumur Sinamar-1 dan dari sampel
permukaan (dalam lubang seismik) menunjukkan tingkat kematangan dari early
mature (Formasi Ombilin) hingga kematangan yang tinggi (Formasi Sangkarewang).
B. Reservoar
Dua
yang utama dan beberapa target reservoar telah dikenal dalam blok tersebut dari
Cekungan Ombilin, dimana telah dilakukan analisis dari satu-satunya sumur yang
ada, yaitu Sinamar-1, seperti dari informasi cutting, side wall core dan well
loffing. Litologi di Sinamar-1 secara general didominasi oleh sandstone konglomeratik,
sandstone massive dan mudstones. Dari sumur Sinamar-1 diperoleh data bahwa pada
interval 2600 ft sampai 7500 ft, terutama dari Formasi Sawahlunto dan Ombilin
diperoleh sandstone dengan kualitas terbaik sebagai reservoar.
C. Penyekat (Seal)
Pada
kenyataannya, kemampuan seal dari cekungan Ombilin bukanlah suatu masalah. Hal
ini menjadi bagian penting dari sistem petroleum, karena regional dan lateral
seal intraFormasional dan vertikal seal yang sekarang. Efisiensi sistem sealing
dari Cekungan Ombilin terjadi dengan baik, keberadaan shale horizon tersebar
secara luas sebagai sealing regional dan informal sekaligus.
D.
Jenis dan Konsep Batuan Biasanya, lapangan oil/gas di Cekungan Ombilin selalu
berasosiasi dengan struktural (antiklin), akan tetapi komponen stratigrafi di
dalam jebakan dari sisa oil sangatlah penting. Akumulasi hidrokarbon dikontrol
sangat kuat oleh closure struktural. Reservoar terutama direprensentasikan oleh
sandstone dari transprogressive marine.
D.
Perangkap
Berdasarkan
dari data seismik yang ada, paling tidak terdapat dua tipe mekanisme perangkap
dapat ditemui di Cekungan Ombilin, yaitu:
1.
Struktural lipatan dan struktural patahan seperti pada sebagian besar perangkap
struktural Sawahtambang dimana kompresi yang kuat dan bagian yang terangkat
menjadi model perangkap.
2.
Kombinasi antara perangkap hidrokarbon struktural dan stratigrafi mungkin
terjadi di daerah delta yang kompleks di bagian South West Bukit Barisan dari
graben yang terbalik (Koning, 1985).
2.4 Sejarah Eksplorasi
Cekungan Ombilin menjadi fokus utama survei geologi
mulai tahun 1870 . Banyak penelitian yang menunjukan secara detail bentuk
sedimentologi Formasi Sawahlunto. Pada tahun-tahun selanjutnya, studi evaluasi geologi muncul
pada 1920-an pasca pertambangan batubara setelah .Tahap ketiga dan selanjutnya dari studi geologi
dimulai pada akhir 1960-an untuk memperbaharui potensi batubara di daerah
tersebut. Beberapa penulis telah menerbitkan hasil penelitian
penting selama kurun waktu
tersebut, yaitu : Klompe et a1 (1957),
Tiga (1971), Katili (1972), Possavec et al. (1973), Kastowo and Silitonga
(1973), De Coster (1976), Koesoemadinata dan Matasak (1981)' Koning & Avila
(1985)' Whateley et al. (1989), Siturnorang et al.(1991), Humphreys et al.
(1991).
Cekungan Ombilin adalah cekungan tengah
busur (Intra-Arc Basin) yang terletak di dalam Pegunungan Barisan Sumatera.
Eksplorasi minyak dimulai di Cekungan Ombilin pada awal 1980-an ketika pemetaan
geologi dilakukan, survei radar aperture sintetis (SAR), dan survei geofisika.
Pengeboran Sinamar No. 1 mencapai kedalaman hingga 3.020 m. Sumur Sinamar No. 1
adalah sumur pengeboran yang bersejarah di industri minyak Indonesia, karena
adalah pengeboran minyak pertama yang di Cekungan Ombilin dan juga yang pertama
kali di cekungan tengah busur (Intra-Arc Basin) di Indonesia. Namun aliran hidrokarbon dari sumur ini masih
kecil. Dengan kata lain tidak menemukan cadangan minyak yang ekonomis untuk
dilakukan pengeboran eksploitasi.
Interpretasi terpadu dari data,
baik, geofisika dan singkapan menunjukkan bahwa meskipunukuran areal yang kecil
(30 km x 50 km), Cekungan Ombilin adalah cekungan yang dalam menyimpan endapan
sedimen sampai 4500 m dari sedimen Tersier, mulai usia Tengah Eosen untuk
Miosen Awal. Cekungan yang saat ini adalah bentuk dari struktur cekungan tengah
busur, tapi itu juga merupakan cekungan tengah busur selama sejarah pengendapan
Tersier Awal nya. Selama Eosen, kipas aluvial dan arus turbidit besar diendapkan
di pinggiran DAS dan danau besar yang
terakumulasi di pusat cekungan. Deposisi fluvial terjadi di cekungan
selama Oligosen diikuti oleh pengendapan serpih laut, batupasir, dan terumbu
yang terisolasi selama Miosen. Meskipun Cekungan Ombilin terletak di busur
magmatik Sumatera dan sebagian tertutup oleh material volkanik dari gunung apai
yang telah punah dan yang masih aktif, gradasi suhunya dibawah permukaan dari 1,62 derajat. F / 100
ft. Disimpan di Sinamar No. 1 dan 1,47 derajat F / 100 ft. Diukur dalam (670 m)
eksplorasi batubara lubang inti dalam secara signifikan lebih dingin dari
rata-rata gradien temperatur bawah permukaan di Sumatera cekungan busur
belakang-. Organik kaya Eosen lakustrin serpih merupakan sumber batuan
kemungkinan untuk hidrokarbon diuji dalam Sinimar No 1 dan minyak merembes
terletak di sepanjang batas cekungan.
Data
seismik menunjukkan bahwa meskipun cakupan area dari Cekungan Ombilin relatif kecil
(sekitar 1500 km persegi), sampai dengan 15.000 ft (4.600 m) dari sedimen
tersier yang hadir. Bagian Tersier di Cekungan berkisar di umur dari Eosen
Tengah ke Miosen Awal. Hiatus pengendapan signifikan terjadi dalam jaman
Tersier. Sebelumnya pemetaan geologi oleh Institut Teknologi Bandung data
informasi yang diperoleh eksplorasi minyak dan gas baru-baru ini menunjukkan
bahwa cekungan Ombilin adalah cekungan tengah busur adalah benar. Selama
sejarah Tersier Awal, arus turbidit dan luas endapan kipas aluvial terjadi pada
batas cekungan dan di danau Eosen besar menempati pusat cekungan. Pengangkatan
dan erosi sejak Miosen Tengah telah mengurangi cekungan Ombilin untuk
konfigurasi areal yang sekarang. Meskipun cekungan ini terletak di busur
magmatik Sumatera dan sebagian tertutup oleh material volkanik dari gunung
berapi yang telah punah dan yang masih aktif, gradien suhu bawah permukaan
secara signifikan lebih dingin dibandingkan Cekungan Belakang Busur Sumatra.
Serpih berumur Eosen yang merupakan endapan danau dan serpih marin berumur Oligosen kemungkinan
adalah source rock hidrokarbon pada pengeboran dalam sumur Sinamar No. 1 dan
infiltrasi minyak yang terletak di sepanjang batas cekungan.
Interpretasi seismik oleh Koning pada tahun 1985
menunjukkan 4 Formasi; Sangkarewang, Sawahlunto, Sawahtambang, dan Ombilin.
Seismik Formasi Sangkarewang menunjukkan sedimen yang telah terlipat, dengan reflektor
yang kuat dan transparan. Geometri Formasi Sangkarewang menunjukan reflektor
yang tidak jelas. Penelitian yang
dilakukan oleh Koesoemadinata dan Matasak (1981) menunjukkan bahwa Formasi
Sangkarewang terdiri dari serpih, batu pasir, dan konglomerat. Ditafsirkan sebagai endapan khas lakustrin. Seismik Formasi
Sawahlunto menunjukkan sedimen yang
mengalami penebalan dengan arah barat daya, sejajar dengan Formasi lainnya.
Karakter reflektor seismik Formasi Ombilin umumnya
transparan dan sebagian besar ditunjukkan dari facies serpih. Geometri dan interval
tidak dapat ditafsirkan di bagian atasnya, sebagian besar sudah terkikis.
Berdasarkan karakter seismik dijelaskan sebelumnya, evolusi cekungan yang ditafsirkan
kembali menggunakan kerangka tektonostratigrafi . Dalam hal ini, Formasi Sangkarewang
ditafsirkan sebagai deposit celah sedangkan Formasi Sawahlunto dikaitkan di
akhir.
Anomali
Bouguer peta dari Situmorang et.al 1991 menunjukkan 2 kecenderungan umum dari
depocentre, NS dan NW-SE (gambar 3).
Data menunjukkan bahwa cekungan Ombilin dikendalikan oleh dua anomali. Peta
geologi menunjukkan struktur yang sama, ada 2 kelurusan, yang kelurusan NW-SE
(Takung Fault) dan kelurusan N-S (Tanjung Ampalo Fault) (gambar 2). Kedua
struktur muncul di baris seismik oleh Koning (1985). NW-SE anomali menunjukkan
bahwa anomali memiliki sudut tinggi karakter kemiringan dari jenis dorong
kesalahan.
Juga menunjukkan
kecenderungan rezim tekan dan anomali itu mungkin terjadi dalam deformasi
terakhir periode (Plio-Pleistosen). N-S anomali dalam baris seismik membentuk
zona besar yang dibentuk pada deformasi terakhir. Berdasarkan tafsiran seismik
oleh Koning (1985), cekungan Ombilin terdiri dari 4 seismik reflaksi yang
berbeda, menunjukkan 4 formasi. Dari tua ke muda:Formasi Sangkarewang, Formasi Sawahlunto,
Formasi Sawahtambang, dan Formasi Ombilin.
Seismik Sangkarewang menunjukan lipatan sedimen,
divergent maju ke SW, reflector kuat diatas , transparant dibawah formasi dan
dihentikan dibeberapa daerah. Reflektor kuat yang dominan maju kearah SW dan NE
ditengah, dan transparan.
Seismik Sawahlunto menunjukkan penipisan pada tepi SW dan
NE tetapi penebalan menuju pusat, reflektor kuat di bagian atas dan bawah
tetapi di tenggara reflektor di bagian bawah tidak jelas. Reflektor yang kuat
lebih dominan ke arah SW dan transparan dari pusat ke arah NE.
Seismik Sawahtambang menunjukkan polaritas terbalik dari
ketebalan sedimen. Umumnya, itu ditandai dengan interbedded kuat dengan
reflektor transparan, penebalan sedimen ke arah timur laut, sejajar dengan yang
berbeda.
Karakter seismik Ombilin reflektor yang umumnya
transparan dan kuat di bagian bawah. Namun, bagian atas formasi ini tidak hadir
di baris seismik daerah ini. transparan reflektor menunjukkan formasi terutama
terdiri dari facies shaly. Geometris, interval tidak bisa ditafsirkan karena
bagian atas sebagian besar terkikis.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kegiatan eksplorasi di blok Singkarak
membuahkan hasil pada penemuan beberapa data geologi dan geofisika yang
mengindikasikan bahwa Cekungan Ombilin adalah sebuah pull apart basin yang sangat dalam, terisi lebih dari 4.600 meter
sedimen berumur Tersier. Jumlah keseluruhannya kemungkinan lebih dari 9.200
meter. Data singkapan dan bawah permukaan mengindikasikan adanya batuan induk,
reservoir, batuan penyekat dan struktur yang mengarah pada hidrokarbon di dalam
Cekungan Ombilin. Hasil pengeboran pada sumur sinarmar no.1 menunjukan adanya
aliran hidrokarbon berupa kondensat yang mengalir dari sumur tersebut tetapi
dalam volume yang kecil. Sehingga secara ekonomi cekungan Ombilin tidak prospek
untuk pengeboran eksplorasi, jadi tidak perlu ada tindaklanjut pada cekungan
tersebut, mengingat tatanan tektonik yang tidak terlalu ideal untuk
terakumulasinya hidrokarbon dalam jumlah yang besar. Pada intinya di cekungan
tersebut terbukti ada potensi migas, tetapi tidak dalam
jumlah yang besar.
Dari isi pembahasan diatas dapat kami simpulkan
bahwa:
1.
Tatanan
Tektonik
Pulau
Sumatra terletak di baratdaya dari Kontinen Sundaland dan merupakan
jalur konvergensi antara Lempeng Hindia-Australia yang menyusup di sebelah
barat Lempeng Eurasia/Sundaland. Konvergensi lempeng menghasilkan
subduksi sepanjang Palung Sunda dan pergerakan lateral menganan dari Sistem
Sesar Sumatra.
2.
Stratigrafi
dan Lingkungan Pengendapan
Stratigrafi cekungan Ombilin telah
dideskripsi secara terperinci oleh Koesomadinata dan Matasak (1981). Cekungan
Ombilin mempunyai batuan berumur Pra-Tersier (Perm dan Trias) hingga Kuarter.
v Batuan Pra-Tersier
Menurut Koesoemadinata dan Matasak
(1981), batuan Pra-Tersier merupakan batuan yang mendasari cekungan Ombilin.
Batuan ini tersingkap di bagian barat dan timur dari cekungan.
1.
Formasi Silungkang
2.
Formasi Tuhur
3. Formasi Kuantan
v Batuan Tersier
Batuan Tersier cekungan Ombilin
dapat dibagi menjadi enam formasi menurut Koesoemadinata dan Matasak, 1981:
1.
Formasi Brani
2.
Formasi Sangkarewang
3.
Formasi Sawahlunto
4.
Formasi Sawah Tambang
5.
Formasi Ombilin
6.
Formasi Ranau
DAFTAR PUSTAKA
Koning, T., 1985, Petroleum
Geology of The Ombilin Intermontane Basin, West Sumatera : Proceedings of
Indonesia Petroleum Association, 14th Annual Convention.
Koesoemadinata, R. P. & Matasak, T.
1981. Stratigraphy and sedimentation, Ombilin Basin, Central Sumatra.
Proceedings of the 10th Annual Conference, Indonesian Petroleum Association,
Jakarta, 2 17-249.
LEMIGAS 1991. Ombilin Basin West
Sumatra field trip guide book, February 1991.
Geological Research Group,
PPPTMGB "LEMIGAS "
.
Noeradi,
Dardji., dkk. 2005.
Rift Play In Ombilin Basin Outcrop,
West Sumatra. Proceedings, Indonesian Petroleum Association, Thirtieth
Annual Convention & Exhibition, August 2005.